Jumat, 04 Januari 2013

kisa seorang wali yang menyentuh

KISAH GURU WALI YANG MENYENTUH


Memupuk kemampuan seorang anak menerima kegagalan adalah sama pentingnya dengan memupuk percaya diri dari seorang anak
Memupuk kemampuan seorang anak menerima kegagalan adalah sama pentingnya dengan memupuk percaya diri dari seorang anak
(Epochtimes.co.id)
Kebanyakan sekolah SD dan SMP di Amerika, dalam setiap tahun ajaran menyisakan satu hari penuh yang dipergunakan khusus sebagai hari pertemuan antara guru dan orang tua murid.
Hari itu murid-murid diliburkan, guru bertemu muka dengan setiap orang tua murid untuk membicarakan persoalan anak-anak mereka. Waktu yang disediakan untuk setiap orang tua murid sekitar 30 menit. Yang paling berkesan bagi saya adalah pertemuan pertama dengan Ibu Debby, wali guru kelas 5 anak perempuan saya.
Setelah Ibu guru Debby memuji-muji anak perempuan saya, topik pembicaraannya segera diubah, dia berkata, “Setelah Kristina (anak saya) menjadi murid terbaik, ada satu hal yang saya kuatirkan. Andaikata pada suatu hari di dalam buku rapornya sudah tidak begitu indah lagi, semisal ada satu bahkan beberapa nilai B dalam rapornya, maka dia akan bagaimana menanggulangi masalah tersebut?”
Saya dan suami saya saling memandang untuk sejenak, rupanya perkataan ini membuat kita tersadarkan dari mimpi. Selanjutnya dia menceritakan kisah yang dia alami sendiri :
Anak perempuannya dulu pernah menjadi murid yang terbaik, setiap mata pelajarannya bernilai A. Tetapi setelah dia naik ke SMA, karena mata pelajarannya semakin sulit dan beberapa sebab yang lain, maka didalam rapornya mendapatkan beberapa nilai B.
Anak perempuan ini tidak bisa menerima kenyataan bahwa dalam pelajaran, dia sudah bukan lagi yang terbaik, maka dari itu dia mengupayakan dengan segala cara untuk mencari bidang yang bisa membuat dia menjadi yang terbaik.
Akhirnya dia menemukan jalan itu, yaitu mogok makan. Alhasil akibatnya tentu sudah Anda ketahui. Gadis kecil itu hampir saja kehilangan nyawanya. Beruntung orang tuanya segera mengetahui hal tersebut, penyembuhan secara medis dan secara psikolog segera dilakukan, dengan susah payah akhirnya gadis itu bisa tertolong.
Ibu guru Debby berkata, “Saya menceritakan kisah ini kepada Anda adalah untuk mencegah agar peristiwa ini jangan sampai terulang kembali. Saya menyayangi anak Anda sama seperti saya menyayangi anak saya sendiri. Harapan saya yang terbesar adalah jiwa dan raganya  tumbuh dengan sehat. Hal ini merupakan harapan yang terbesar bagi seorang pendidik.”
Dia lalu menjelaskan rencananya kepada kami berdua, juga mengatakan bahwa sebelum menjalankan rencana ini perlu mendapatkan dukungan dan persetujuan dari kami.
Ibu guru Debby bersedia menambah tingkat kesulitan belajar dan soal ujian untuk diberikan kepada Kristina, agar di dalam nilai rapornya sedikitnya mendapatkan satu hingga dua angka B. Dia ingin mengawasi reaksi Kristina. Dia berpendapat memupuk kemampuan seorang anak menerima kegagalan adalah sama pentingnya dengan memupuk percaya diri dari seorang anak.
Melihat guru wali yang demikian tanggung jawab dengan sepenuh hati, sungguh membuat kami terharu, juga membuat kami sadar. Sejujurnya, di dalam benak kami sama sekali tidak pernah terbayang tentang hal ini, lebih-lebih menyadari akan keseriusan masalah ini, malahan merasa senang karena anak perempuan kami mendapatkan nilai yang bagus.
Ada sepatah kata yang diucapkan oleh Ibu Debby yang telah membuat kami tersentuh secara mendalam. Dia berkata, “Sering-sering harus memberitahukan kepada anak bahwa Anda menya-yangi mereka dan semua orang juga menyenangi mereka adalah  karena budi pekerti mereka, sama sekali tidak berkaitan dengan nilai rapor yang mereka dapatkan.”
Sudah berapa lamakah, hanya karena keuntungan yang membuat pusing kepala, sehingga  kita telah membuat kita melupakan prinsip hidup yang sangat sederhana ini. (Ming Xin.net/lin)

0 komentar: